Selasa, 05 Juni 2012

Pawon dalam budaya jawa (manusia dan kebudayaan)

Dalam hidup orang Jawa dikenal adanya tiga ungkapan yang sangat penting yaitu sandang, pangan, dan papan. Artinya, dalam hidup manusia Jawa memerlukan tiga hal yang sangat penting yaitu: sandang (pakaian) untuk membalut tubuh supaya terlindung dari kedinginan, kepanasan, dan untuk estetika; pangan (makan) adalah makanan yang harus ada untuk dimakan sebagai syarat untuk bertahan hidup; dan papan (rumah atau omah) sebagai tempat berteduh atau tempat tinggal. Ketiga unsure budaya tersebut (sandang, pangan, dan papan) merupakan simbol penting dalam kehidupan orang Jawa. Di dalam budaya Jawa terdapat anggapan bahwa antara rumah, tanah, dan penghuninya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Orang merasa bersatu dengan rumah dan tanah tempat tinggalnya, sekaligus merasa bersatu dengan desa tempat menetapnya. Perasaan bersatu yang demikian itu menyebabkan rasa aman dan tenteram bagi orang yang menghuni rumah tersebut. Dengan adanya perasaan demikian itu, maka rumah merupakan bagian penting bagi kehidupan manusia. Karena dapur adalah bagian dari rumah, dengan sendirinya juga memiliki hubungan yang tak terpisahkan dengan penghuni rumah tersebut. Bagi orang Jawa, karena rumah dianggap sangat penting, maka ruang-ruang di dalam rumah ditata sedemikian rupa, sehingga ada bagian-bagian yang terbuka bagi orang luar atau tamu-tamu, dan ada pula bagian-bagian yang tabu atau harus disembunyikan dari orang luar. Berkenaan dengan hal tersebut, tulisan berikut ini akan memokuskan diri pada salah satu unsur budaya Jawa, yaitu bagian dari papan, atau omah (rumah) yang disebut pawon atau dapur. Dapur, atau pawon ini mempunyai arti dan fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan penyiapan kebutuhan makanan, maupun penyimpanannya, serta kegiatan lainnya. Masalah yang muncul adalah sampai sejauh mana manusia Jawa memaknai dan memperlakukan dapur, atau pawon guna memenuhi kebutuhan akan makan, minum, dan kebutuhan lainnya. Seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, berubahnya lingkungan alam, dan kemajuan teknologi, dapur atau pawon juga mengalami perkembangan bentuk, arti dan fungsi.umumnya. Dapur, dalam bahasa Jawa disebut pawon, mengandung dua pengertian: pertama, bangunan rumah yang khusus disediakan untuk kegiatan masak-memasak dan; kedua, dapat diartikan tungku. Kata pawon berasal dari kata dasar awu yang berarti abu, mendapat awalan pa dan akhiran an, yang berarti tempat. Dengan demikian, pawon (pa+awu+an) yang berarti tempat awu atau abu. Kenyataannya memanglah demikian, dapur atau pawon memang tempat abu (bekas pembakaran kayu/arang ditungku), sehingga dianggap sebagai tempat yang kotor. Dapur dalam kehidupan tradisional orang Jawa, memang tempat abu, di sanasini nampak bergelantungan sawang (jelaga) yang hitam oleh asap api. Demikian juga peralatan memasak berwarna kehitaman karena jelaga. Kemungkinan disebabkan oleh keadaan seperti itulah (penampilan yang serba hitam dan kotor), maka di dalam susunan rumah tradisional Jawa, dapur pada umumnya terletak di bagian belakang.

Dalam budaya Jawa menurut Parsudi Suparlan, konsep tentang sistem klasifikasi mengenai alam semesta dan isinya terdapat konsep dikotomi antara yang baik dan buruk, bersih dan kotor. Oleh karena itu dalam
sistem klasifikasi itu maka kakus (jamban atau kamar kecil) maupun dapur letaknya selalu di belakang. Oleh karena dapur dianggap tempat kotor, maka dalam hal membuat bangunan dapur tidak begitu diperhatikan seperti halnya kalau membuat rumah induk. Menurut Daldjoeni (1) pada umumnya bangunan dapur adalah bangunan tambahan, dan biasanya bangunan dapur dibuat sesudah bangunan rumah selesai.

Dapur atau pawon sebagai bangunan tambahan, tidak dianggap sebagai bangunan pokok atau penting, dan konstruksi bangunan dapur sangat sederhana. Oleh karena itu untuk membuat dapur tidak diperlukan persyaratan yang rumit seperti akan membuat rumah induk yang memerlukan perhitungan waktu (primbon). Dalam kehidupan tradisional Jawa, makan tidaklah mendapatkan perhatian penting. Dalam Kitab Wulangreh karya Paku Buwana IV mengatakan ‘aja pijer mangan nendra’ (jangan selalu makan dan tidur), dan ‘sudanen dhahar lan guling” (kurangilah makan dan tidur) menduduki tempat utama di dalam kepustakaan orang Jawa3. andangan hidup orang Jawa menandaskan bahwa kekuatan seseorang bukanlah tergantung pada banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh, melainkan kepada tekat dan batin. Orang tidak akan menjadi lemah tubuhnya hanya karena sedikit makan, bahkan sebaliknya, orang akan memperoleh ‘kekuatan’ karena sering melaksanakan ‘ngurang-ngurangi makan dan tidur (tirakat atau asketis). 

Karena terpengaruh oleh pandangan hidup demikian itulah, maka dalam susunan arsitektur rumah Jawa, dapur atau pawon serta kegiatan memasak tidak mendapat perhatian khusus. Namun demikian di dalam pola pikir orang Jawa, makan diartikan menerima berkah dari Dewi Sri yang dianggap sebagai sumber rejeki. Penghormatan terhadap Dewi Sri oleh orang Jawa sematamata bukan diwujudkan dalam makan dan kegiatan memasak, tetapi penanganan secara serius dalam pengolahan lahan pertanian sejak awal sampai pascapanen.

Harapan seorang Ibu untuk anaknya (manusia dan harapan)


Surga di bawah telapak kaki ibu, ini ungkapan implisit (tersirat).

Secara eksplisit salah satunya bahwa
"Ucapan Ibu adalah Ucapan Tuhan", dan saya meyakini hal itu.

Setiap ibu pasti mendoakan yang terbaik untuk anaknya.
Persoalannya, yang dikabulkan Allah SWT adalah "apa yang DIRASAKAN ibu", bukan "apa yang diinginkan ibu".
Karena "doa sesungguhnya" seorangi manusia adalah apa yg muncul/ada dihatinya (yg dia rasakan, bukan yg dia pikirkan/inginkan. Bukan yg terucap di mulut, tetapi yg terasa di hati).
Allah SWT selalu mengabulkan doa tsb (yg ada ada di hati manusia), diminta maupun tidak diminta. 

Ketika seorang ibu berdoa yang indah-indah untuk kebahagiaan anaknya. Namun pada saat yang sama, hati ibu tsb merasa sedih karena tindakan anaknya. Maka perasaan sedih itulah yang dikabulkan Allah SWT, bukan doa ibu yang indah-indah tsb.

Apapun yang hadir dalam perasaan ibu, itu merupakan doa ibu, dan sesuai janji Allah akan mengabulkannya dan menjadikannya kenyataan.

Tugas kita sebagai anak, sangat sederhana yaitu "bahagiakanlah ibu".
Bagaimana membahagiakan ibu ? Dengan cara, penuhilah harapan ibu kepada kita.

Sebagai anak, kita harus berusaha untuk selalu sesuai dengan "harapan ibu".
Begitu tindakan kita, perilaku kita, usaha keras kita, dsb, telah sesuai dng harapan ibu. Maka "apa yang dirasakan ibu adalah RASA bahagia, syukur, keberhasilan, dsb".
Semua rasa itu adalah doa terbaik dan dikabulkan berilipat-lipat oleh Allah SWT untuk kita.

Bagaimana kalau ibu sudah meninggal dunia ? Tetap sama saja, tentunya kita masih ingat apa saja harapan ibu kepada kita. Berusahalah memenuhi harapan itu.

Bagi yang ibunya masih hidup, anda dapat segera bertanya kembali dan memastikan, apa saja harapan ibu kepada kita.
Kemudian berusahalah memenuhi harapan itu.
Tunjukkan pada ibu, bahwa anda berusaha keras memenuhi harapan ibu.

Seandainya dengan usaha keras tadi anda masih belum memenuhi harapannya, maka tidak masalah, karena ibu tentunya akan merasa bahagia melihat usaha keras anda tsb.
Perasaan bahagia ibu itulah yang kita kejar, dan yang akan memudahkan jalan hidup kita untuk mencapai bahagia dunia akherat.

Selamat berusaha memenuhi harapan ibu.
Sukses selalu buat anda.

rasa gelisah menemani istri melahirkan (manusia dan kegelisahaan)

Beberapa hari yang lalu ada sahabat kami yang sedang dirundung galau karena anaknya tak kunjung lahir meski sudah lewat dari hari perkiraan lahir yang diperkirakan oleh dokter. Sebenarnya lewat dari HPL asal kondisinya sehat, itu merupakan hal biasa. Tapi karena anak pertama bagi sahabat kami itu, tentu itu jadi penantian yang mendebarkan. Bukan hanya karena khawatir akan kesehatan janin dan ibunya, tapi lebih karena ingin segera melihat buah hatinya lahir ke dunia.

“Ayo cepat keluar, nanti kita main bersama...”, mungkin seperti itu yang ia ucapkan kepada bayi di perut istrinya, sama seperti yang saya ucapkan ketika anak saya dulu masih dalam kandungan. Sahabat kami itu sedang tugas belajar di Jakarta dan istrinya akan melahirkan di Klaten, kampung halaman mereka. Dan mungkin karena tak mampu lagi menahan kegelisahannya, suatu sore ia memutuskan untuk pulang ke Klaten. Subhanallah, besoknya anaknya lahir. Kalau kata orang-orang, anaknya memang sengaja ingin ditunggui ayahnya waktu lahir.

Saya jadi teringat saat anak pertama kami lahir. Saya juga sedang tugas belajar di Jakarta, sedang istri saya, karena anak pertama, ingin melahirkan di dekat orangtuanya di Solo. Waktu hari perkiraan lahir, saya sengaja pulang ke Solo untuk menemani kelahiran buah hati kami. Menunggu sampai beberapa hari, ternyata tak ada tanda-tanda bahwa anak kami sudah akan lahir. Akhirnya saya kembali ke Jakarta. Dua hari kemudian, istri mengabarkan bahwa sudah ada tanda kelahiran pada saat malam hari. Saya memintanya untuk tenang, karena biasanya kata orang-orang anak pertama itu agak lama prosesnya. Apalagi waktu itu baru keluar darah dan belum keluar ketuban. Besok paginya baru dibawa ke rumah sakit. Ternyata masih bukaan satu. Dan saya, masih ada satu mata kuliah yang harus diikuti di kampus. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari tiket pesawat sore ke Solo. Kalau sore, biasanya jam 7 baru mendarat di Solo. Sambil terus memantau perkembangan, dan ternyata bukaannya baru bertambah sedikit. Sampai sore pun belum bertambah bukaannya. Akhirnya saya sampai di bandara Adi Soemarmo Solo jam 7 malam, dan sampai rumah sakit sekitar jam 8 malam. Di sana sudah mendapati isri yang sedang kesakitan. Dan bodohnya saya, saya seperti orang yang tak mampu berbuat apa-apa. Melihat istri kesakitan karena kontraksinya sudah semain sering, saya hanya diam da istighfar dalam hati. Mungkin karena itu, istri saya meminta saya untuk memanggil mama mertua menemaninya. Peraturan di rumahsakit itu, persalinan hanya boleh ditemani oleh satu orang. Itu berarti, saya harus menunggunya di luar. Di luar, saya menelpon bapak yang sedang menunaikan ibadah haji di Makkah, minta didoakan agar kalahiran cucunya dimudahkan oleh Alloh.

Saya, Bertanggung Jawab untuk Hidup Saya (manusia dan tanggung jawab)


Saya yang bertanggungjawab untuk hidup saya, kesuksesan saya bahkan kegagalan saya. Saya mau mengajak kepada rekan-rekan untuk mulai bertangggungjawab atas hidup anda. Karena dengan bertanggungjawab atas hidup anda masing2, kesuksesan sudah pasti bisa ditangan. Tinggal anda melihat peluang dan mengambil peluang itu untuk menjadikan sebagai sebuah bisnis atau hidup anda.
Kemaren saya melihat satu film di youtube.com yang dibuat oleh Bradley Sugar, founder ActionCoach. Dia membuat komunitas Young Entrepreuner Society dan diawal film dia mengatakan “dulu” untuk orang menjadi sukses harus berpendidikan tinggi dan bekerja yang akhir2nya berujung dengan stres yang berkepanjangan. Lalu masa sekarang, anak muda melihat dengan intuisi mereka dan mereka melakukannya. Bahkan ada yang saat umur 14 th sdh mendapat uang 1 juta dollar dan skrg sdh 30 an tahun.  owwww, melihat kehidupan dengan naik jet pribadi, rumah besar dan megah bahkan sampai ada yang punya pulau. Ini benar2 menggugah saya, kok bisa ya anak2 muda itu bisa  sukses seperti itu. Bahkan kemaren hari minggu saat saya berjalan2 dengan keluarga saya menginap dihotel aston, Bogor, saya sempat membaca koran tempo yang mengulas kisah anak muda yang masih dibawah 20 tahun dan mereka sudah punya bisnis atau toko kecil2an sambil sekolah atau kuliah. Bahkan mereka punya komunitas juga untuk itu. Wowwwww, saya salut. Berarti kita sebagai orang tua harus mulai memprogram pikiran ke anak kita dengan benar. Sehingga anak kita mempunyai mental sukses dari kecil. Dan saya lihat, mereka sudah mengambil prinsip “It’s my life dan saya bertanggungjawab untuk hidup saya”
Saat saya mengeluarkan slogan, “saya yang bertanggungjawab untuk sukses dan kegagalan saya” di FB ada orang yg mereply “hidup saya, bapak yang bertanggungjawab ya” wehh, ada orang yang belum apa-apa sudah tidak mau bertanggungjawab untuk hidupnya. Kualitas hidup kita tergantung dari kata2 dan tindak tanduk yang keluar. Itu pilihan anda, It’s My Life.
Sekarang, siapa yang yang mau bertanggungjawab untuk hidup anda sendiri? Ambil responsibility itu, jadilah yang terbaik. Bahkan saya masih merasa ada hal-hal yang harus diperbaiki lagi untuk mempercepat proses untuk menjadi yang terbaik dibidangnya.

Cita-citaku ingin menjadi Dokter (manusia dan pandangan hidup)



 Setiap manusia pasti mempunyai sudut pandangnya masing-masing, cita-cita masa depan juga bisa disebut sebagai sudut pandang hidup manusia. Cita-citaku ingin menjadi Dokter, karena dokter adalah seseorang yang mempunyai jasa menyembuhkan pasien atau seseorang yang sedang sakit. Dokter dapat menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Apabila aku besar nanti, aku akan menjadi dokter. Karena dokter adalah seseorang yang sangat berjasa. Aku ingin menjadi dokter karena dapat menyembuhkan pasien yang terkena penyakit. Dan di saat-saat ini aku akan belajar dengan sepandai-pandainya agar aku dapat meraih cita-citaku yang ingin menjadi dokter. Karena disaat kita kecil kita selalu dibahagiakan orang tua. Tapi saat kita akan menjadi orang yang sukses, kita harus membahagiakan orang tua
Disaat aku kecil,aku selalu disayangi orang tua, tapi saat kita sudah besar, kita harus menyayangi orang tua kita. Aku mempunyai cita-cita menjadi dokter karena saat aku kecil waktu itu aku sedang sakit dan aku dibawa ke dokter. Dan saat itu aku akan menjadi dokter karena waktu itu aku sedang melihat seseorang yang kesakitan, dan aku melihat seorang dokter yang berjuang untuk mengobati pasien itu.Betapa besar jasa seorang dokter ketika mengobati pasiennya. Dan aku akan belajar sepandai-pandainya agar aku dapat meraih cita-citaku menjadi dokter.
Dan dokter telah berjuang demi pasiennya yang sedang sakit. Jasa seorang dokter tak akan aku lupakan. Karena dokter membantu dan berkorban untuk membantu menyembuhkan penyakit seseorang yang sedang melawan kesakitan. Tak akan kulupakan jasa seorang dokter yang amat besar memperjuangkan nyawa seseorang. Jika kau sakit, kau membantu menyembuhkanku, jasa mu tak ternilai dengan uang. Aku akan mengingat jasa mu yang mulia, tak akan kulupakan jasamu yang sangat besar.
Jika tak ada kau, orang –orang akan kesulitan menghadapi penyakit yang dideritanya. Karena itu aku akan menjadi dokter supaya bisa membantu orang-orang yang kesakitan.

Adil dalam Memberikan Uang Saku (manusia dan keadilan)


Menjadi orangtua tentunya harus bersikap adil terhadap semua anaknya. Kasih sayang dan perhatian harus diberikan sama rata pada tiap-tiap anak. Akan tetapi Tidak semua yang dibagi sama rata dapat dikatakan adil.!

Bayangkan, jika Anda memiliki dua orang anak. Si sulung berumur 13 tahun dan baru masuk SMP. Adiknya lebih muda tujuh tahun darinya dan sedang menikmati masa-masanya di Sekolah Dasar (SD). Setiap akan bersekolah, Anda membekali masing-masing anak dengan uang saku.

Apa menurut Anda akan adil bagi si kakak untuk mendapatkan uang saku yang berjumlah sama persis dengan adiknya? Sebaliknya, apakah anak bungsu Anda benar membutuhkan sejumlah uang sebesar yang Anda berikan pada kakaknya? Ya, di sini Anda harus jeli dalam melihat kebutuhan anak.

Anak SMP tentu memiliki kebutuhan berbeda dan lebih banyak dibandingkan anak yang masih menempuh pendidikan di SD. Si kakak harus pergi ke sekolah sendirian dengan menaiki kendaraan umum. Perhitungkan berapa kali ia harus menumpang kendaraan umum yang berbeda untuk sampai ke sekolah dan kembali lagi ke rumah. Jangan lupa memberikan uang untuknya makan saat makan siang. Berikan sedikit lebih banyak untuknya membeli cemilan-cemilan, agar tidak kelaparan. Semuanya membutuhkan biaya Rp 20-30 ribu per hari, misal.

Jumlah tersebut tentu tidak dibutuhkan oleh anak bungsu Anda. Biaya transportasi tidak perlu Anda berikan, karena ia diantar dan dijemput oleh supir. Selama di sekolah, ia pun mendapatkan makan siang gratis bersama seluruh siswa di sekolah setiap hari. Meski demikian, Anda masih memasakkannya nasi yang dibawa oleh babysitter yang menemaninya selama bersekolah. Nasi bekal makan siang ini hanya untuk mengantisipasi bila si kecil bosan dan tidak mau makan makanan yang disediakan sekolah.

Bisa jadi si bungsu tidak memerlukan uang saku saat bersekolah. Namun Anda tetap harus memberinya, untuk menghindari terjadinya iri hati pada si kecil. Hanya saja jumlahnya akan jauh berbeda dengan yang didapatkan kakaknya. Bila si kakak memperoleh Rp. 25 ribu, maka adiknya hanya perlu diberikan Rp. 5 ribu untuk biaya makanan kecil. Tidak perlu membekali si bungsu dengan uang yang terlalu banyak. Toh, jajan sembarangan dan terlalu banyak tidak baik untuk kesehatan tubuhnya, bukan?

Adil dalam memberikan uang saku pada tiap-tiap anak berarti menyerahkan sejumlah uang sesuai dengan kebutuhan anak. Tidak berlebihan dan tidak kurang. Pas.